Inilah Makam Raja Jawa Di Imogiri Yogyakarta


Makam Imogiri Yogyakarta merupakan makam raja-raja Mataram terletak di perbukitan Imogri Bantul. Makam Raja ini merupakan bukit yang sanggup dilalui dengan menaiki anak tangga berjumlah sekitar 409. Makam ini memang diperuntukkan untuk makam raja dan kerabat kerajaan Mataram Islam beserta keturunannya. Masyarakat jawa meyakini, bahwa gunung atau bukit sanggup menyimbolkan status sekaligus merupakan upaya untuk lebih mendekatkan diri kepada Yang Maha Kuasa.

Memilih perbukitan yang dinamai Pajimatan Girirejo untuk membangun makam raja ternyata mempunyai dongeng sejarah sebelumnya. Menurut masyarakat setempat, sewaktu Sultan Agung sedang mencari tanah yang akan dipakai untuk daerah pemakaman khusus sultan dan keluarganya, dia melemparkan segenggap pasir dari Arab. Pasir tersebut dilempar jauh hingga balasannya mendarat di perbukitan Imogiri. Atas dasar itulah selanjutnya Sultan Agung memilih membangun makam raja di Imogiri. Pada tahun 1632 M, kompleks makam Imogiri mulai dibangun oleh arsitek yang berjulukan Kyai Tumenggung Tjitrokoesoemo atas perintah dari Sultan Agung. Selang 13 tahun kemudian pada tahun 1645 Sultan Agung wafat dan dimakamkan di Imogiri.

Sultan Agung merupakan raja ketiga Mataram sehabis Penembahan Senopati dan Panembahan Seda Krapyak. Mataram mencapai kejayaan pada masa pemerintahan Sultan Agung sebab bisa menguasai hampir seluruh tanah Jawa. Pada masa pemerintahannya, dia memperlihatkan perlawanan kepada penjajah Belanda. Pada tahun 1628 dan 1629 pasukan Mataram pernah menyerang markas VOC di Batavia walaupun sering gagal. Kegagalan ini berdasarkan dongeng sebab adanya punggawa dari Mataram yang sebelumnya membocorkan rencana penyerangan tersebut. Punggawa Mataram tersebut berdasarkan dongeng adalah Tumenggung Endranata yang juga dikuburkan di Makam Imogiri.

Karena adanya seorang penghianat tersebut, tempat-tempat logistik berupa lumbung-lumbung padi sebagai daerah persiapan perjalanan pasukan Mataram menuju Batavia dibakar oleh Belanda yang berakibat pasukan Mataram sanggup dengan gampang dikalahkan. Sultan Agung balasannya mengetahui ada salah satu pasukannya yang berkhianat. Sultan Agung selanjutnya mengambil tindakan tegas dengan menangkap dan menghukum mati Tumenggung Endranata. Kepala penghianat tersebut dipenggal dan selanjutnya badan tanpa kepala tersebut ditanam di salah satu tangga dibawah pintu gerbang makam.

Para peziarah bisa menemukan daerah tersebut yang berupa sebuah anak tangga dari watu yang memanjang yang merupakan makam penghianat tersebut. Anak tangga yang terbuat dari watu tersebut kini sudah berlekuk sebab sudah banyak orang yang menginjaknya. Anak tangga watu tersebut merupakan monumen yang merupakan sebuah peringatan bagi pengikut Sultan Agung biar tindakan penghianatan tersebut tidak terulang kembali.

Saat memasuki lokasi makam raja tersebut, aroma kembang bercampur dupa seakan menyambut kedatangan para pengunjung. Abdi dalem Keraton hampir setiap hari meletakkan sesajen khusus di makam tersebut. Menurut keterangan juru kunci makam raja tersebut, makam Sultan Agung selalu harum semerbak dikarenakan dia kini sudah hingga tingkatan waliyullah ( kekasih Allah ).

Di daerah ini selain makam Sultan Agung , dimakamkan juga 23 raja keturunan Sultan Agung, makam dinasti Kasunanan Surakarta dan Kasultanan Yogyakara. Makam raja-rajja ini dibagi menjadi 8 kelompok yaitu :
  1. Kasultanan Agungan (Makam Sultan Agung, pemaisuri, Hamangkurat Mas dan Hamangkurat Amral.
  2. Paku Buwanan ( Makam Paku Buwono I dan Paku Buwona II dan Hamangkurat Jawi )
  3. Kasuwargan Yogyakarta ( Makam HB I dan HB III )
  4. Besiyaran Yogyakarta ( Makam HB IV, HB V dan HB VI )
  5. Saptorenggo Yagyakarta ( Makam HB VII, HB VIII dan HB IX )
  6. Ksuwargan Surakarta ( Makam PB III, PB IV dan PB V )
  7. Kapingsangan Surakarta ( Makam PB VI, PB VII dan PB IX )
  8. Girimulya Surakarta ( Makam PB X, PB XI dan PB XII )
Struktur dan susunan makam raja ini berbentuk segitiga. Makam Sultan Agung terdapat di penggalan atas. Sedangkan disisi Timur merupakan daerah makam raja-raja Kasultanan Yogyakarta dan pada sisi Barat terdapat makam Raja dari Kasunanan Surakarta. Pemisahan makam raja keturunan Sultan Agung tersebut sebab imbas dari perpecahan di dalam keluarga Keraton yang berawal dari perlawanan Pengeran Mangkubumi ( HB I ) terhadap kakaknya Paku Buwono II. Akibat perpecahan tersebut yang balasannya muncul Perjanjian Giyanti pada tahun 1755 M yang berisi kerajaan Mataram Islam di bagi dua menjadi Kasultanan Yogyakarta dan Kasunanan Surakarta.

Hingga kini makam Sultan Agung sangat dikeramatkan sehingga tidak sembarang orang bisa memasuki kompleks makam tersebut. Adanya persyaratan yang harus dipenuhi jikalau berniat melaksanakan ziarah pada makam Sultan Agung yaitu : para peziarah dihentikan menggunakan bantalan kaki, membawa kamera, menggunakan pelengkap terutama dari emas dan harus mengenakan pakaian khas Jawa atau peranakan. Untuk peziarah pria harus mengenakan pakaian jawa berupa blangkon, beskap, kain, sabuk, timang dan samir. Sedangkan untuk peziarah wanita harus mamakai kemben dan kain panjang.

Di area makam dan hutan tersebut secara umum para pengunjung dihentikan berbuat tidak sopan, berburu, memotong pohon, mengambil kayu dan mencabut / merusak flora yang ada.
Masih dalam kompleks makam raja, pengunjung bisa melihat dan menyaksikan ada 4 gentong atau padhasan yang berdasarkan dongeng merupakan persembahan dari kerajaan-kerajaan sahabat kepada Sultan Agung. Gentong-gentong tersebut mempunyai nama-nama yang berbeda :
  •  Gentong Nyai Siyem dari Siam
  •  Gentong Kyai Mendung dari Rum atau Turkey
  •  Gentong Kyai Danumaya dari Aceh
  •  Gentong Nyai Danumurti dari Pelembang
Gentong-gentong tersebut konon mempunyai khasiat tertentu menyerupai untuk kesehatan, penyembuhan ataupun kesuksesan sehingga banyak para peziarah yang percaya berebut untuk mendapat air ini.
Walaupun makam Imogiri buka setiap hari akan tetapi pada hari-hari tertentu makam ini dipadati banyak pengujung. Seperti waktu malam Jumat Kliwon dan malam Selasa Kliwon. Para peziarah pada waktu tersebut banyak melaksanakan ritual doa id sekitar makam, terutama pada tengah malam. Para peziarah datng dengan banyak sekali maksud dan tujuan masing-masing menyerupai berdoa untuk kesuksesan, karir atau menambah ilmu kanuragan.

Lokasi
Makam Raja-raja Imogiri terletak di Dusun Pajimatan, Desa Girirejo, Kecamatan Imogiri, Kabupten Bantul Daerah spesial Yogyakarta.

Akses

Untuk mengunjungi makan raja di Imogiri sanggup menggunakan kendaraan beroda empat langsung ataupun angkutan bus. Dari terminal Giwangan ambil jurusan Yogyakarta-Panggang atau Yogyakarta Petoyan. Setelah perjalanan 30 menit sampailah ke terminal Imogiri. Selanjutnya pengunjung cukup berjalan kaki sekitar 250 meter hingga anak tangga menuju makam.

Harga Tiket
Untuk berkunjung ke makam raja di Imogiri tidak dikenakan biaya. Hanya setiap pengunjung diwajibkan mengisi buku tamu dan memberi tunjangan seikhlasnya kepada juru kunci makam.’Apabila pengunjung juga membawa air dari gentong tersebut maka akan dikenakan biaya tambahan yang juga bersifat sukarela. Selain itu terdapat kota infak yang terletak didepan masjid tepatnya di bawahh anak tangga pertama menuju makam, pengunjung dibutuhkan bisa memberi berapapun seikhlasnya.

Fasilitas
Fasilitas yang terdapat ditempat ini terbilang standar yang berupa daerah parkir, toilet umum dan guide yang akan menceritakan sejarah yang bekerjasama dengan makam raja Imogiri ini. Selain pemandu, anda juga sanggup membeli tiga buku kecil yang berupa foto copy-an yang berisi riwayat makam Raja Mataram, sketsa makam raja dan riwiyat mataram di kotagede.  Terdapat juga beberapa warung yang berada di Terminal yang menyediakan makanan menyerupai wedang uwuh, pecel, jadah tempe dan tahu bacem.

0 Response to "Inilah Makam Raja Jawa Di Imogiri Yogyakarta"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel